Monumen Bersejarah_Desa Pedekik

 Monumen Bersejarah di Desa Pedekik


Ketika melintas di ruas Jalan Kelapapati Darat Ujung perbatasan antara Desa Kelalapati dan Desa Pedekik. Akan terlihat bangunan sejarah berbentuk tugu yang bertuliskan Monumen Perjuangan Desa Pedekik. Lokasi tugu tepat berada tidak jauh dari perempatan jalan Soebrantas, KH. Rasyid, dan Ky Sudirman, dan Kelapapati Ujung.

Monumen perjuangan Desa Pedekik tersebut sudah berdiri sejak 1948, dan saat itu terjadi pertempuran atau perang Sosor Desa Pedekik. Kisah sejarah ini diceritakan H Anwar, tokoh masyarakat Desa Pedekik. Selain tokoh H Anwar juga merupakan putra dari KH. Muhammad Ihsan yang juga sebagai tokoh ulama dan pejuang Perang Sosor.

Perang sosor merupakan perang yang terjadi antar pasukan sipil yang di sebut pasukan sabilillah berhadapan langsung dengan tentara belanda. Disebut perang sosor, karena terjadi kontak yang sangat dekat, bayonet belanda dengan pedang para pahlawan beradu langsung, meriam dengan pedang saling adu ketajaman dan berhadapan, dengan kehebatan dan keberanian saling adu kekuatan, saling menunjukkan ketangkasan hingga siapa yang hidup dan yang binasa.

Tidak disebutkan tanggal pasti dalam kejadian peristiwa tersebut, yang jelas kejadian tersebut terjadi pada malam Senin, bulan Safar (penanggalan Islam) pada tahun 1948. Pada Tahun 1948 terjadi agresi militer Belanda di Negara RI. Tepat hari Rabu, belanda mendarat dari Bagan Siapi-api, Kabupaten Rohil sekarang menuju pulau Bengkalis dan turun di pelabuhan Sei. Bengkel, Bengkalis.

Turunnya belanda ke Bengkalis di sambut oleh pasukan TNI di bawah komandan TNI Letnan Dua (Letda) Subrantas, namun karena kalah jumlah, belanda akhirnya berhasil masuk di pulau Bengkalis, dan TNI kembali kemarkasnya di Desa Pedekik. Tepat Senin harinya, Belanda ternyata telah merencanakan penyerangan ke Desa Pedekik. Pada waktu itu markas TNI berada di Desa Pedekik, tepatnya di belakang Mushalla Ihsaniah sekarang.

Kemudian, sore Minggunya, sekitar pukul lima sore Belanda telah memasang meriam tepatnya dekat Masjid Mujahidin, di Jalan Subrantas sekarang. Mengetahui rencana Belanda, TNI dibawah pimpinan Letda Subrantas, Pak Masnur, Iskandar, dan beberapa orang TNI lainya mengadakan persiapan dan berkumpul di markas TNI.

Sementara itu, warga sipil desa pedekik kehadiran sekitar lima puluh orang pasukan dari berbagai desa , desa bantan tua, desa pasiran, selat baru dan desa lainnya datang melalui hutan dengan menamakan dirinya pasukan sabilillah dibawah pimpinan Kyai Sudirman dan siap membantu. Kemudian ada juga warga dan tokoh ulama desa waktu itu seperti KH Muhammad Ihsan, H Abbas, H Abdul Aziz, H Mukhtar menjadikan Masjid sabilillah sebagai markas pasukan.

Sebelum dilakukan penyerangan, tokoh ulama mengajak semua pemuda untuk berkumpul di masjid dan membacakan surah yasin, serta zikir di masjid, sementara para para orang tua dan tokoh ulama berangkat untuk berperang. Sebelum pertempuran terjadi, pada sore minggu sekitar pukul 05.00 WIB, tentara Belanda datang ke Pedekik, untuk mengadakan persiapan dengan memasang meriam, dan pada waktu magrib bertemu dangan warga yang ketika itu bertugas untuk bejaga-jaga serta memantau keadaan, beliau bernama Abu Samah dan Muhammad Tayyib. Ketika melihat kedua warga tersebut, Belanda langsung memberondong dengan tembakan ke arah Abu Samah, dan seketika itu juga Abu Samah wafat.

Sementara rekannya Muhammd Toyyib masih sempat bersembunyi di parit. Belanda dengan kejam menombak kepala Muhammad Toyyib beberapa kali hingga akhirnya Muhammad Tayyib ikut wafat di medan perang. Selanjutnya, setelah Isya tentara Sabilillah bersama beberapa orang anggota mulai bergerak menghadapi tentara Belanda, tepatnya di Jalan Sudirman, maka terjadilah pertempuran sosor.

“Kenapa disebut pertempuran Sosor, karena saling nyosor antara pedang warga dengan sejata tentara Belanda, dengan jarak yang sangat dekat. Pedang dengan bayonet belanda saling beradu kekuatan,parang dan meriam saling menyari kelemahannya masing-masing. Serta keberanian serta kehabatan tentar sabililah dibuktiakan pada waktu itu. Dan akhirnya Belanda berhasil di pukul mundur,”

Dalam kejadian tersebut delapan orang bangsa Indonesia mati syahid, tiga diantaranya dari pasukan TNI, dan lima orang dari warga salah satunya seorang ulama pemimpin pasukan Sabilillah bernama Kyai Sudirman sementara di pihak Belanda ada juga yang tewas, namun tidak dijelaskan berapa orang dari pihak Belanda.

Kedelapan jenazah di bawa kemarkas perjuang yaitu di masjid sabilillah, dan di lanjutkan dengan peroses pengafanan hingga penguburan pada malam itu juga. Pada senin, sekitar pukul 07.00 Wib belanda kembali mendatangi Desa pedekik, warga yang tidak melakukan persiapan berhamburan dan bersembunyi untuk menyelamatkan diri. Ketika itu belanda mendatangi masjid dan melihat ceceran darah pejuang yang belum di bersihkan ketika itu, karna emosi belanda akhirnya membakar Masjid Sabillah, Desa Pedekik.

Peristiwa sejarah ini merupakan perjuangan kemerdekaan yang berkaitan dengan tahun 1948 di Desa Pedekik dan Kabupaten Bengkalis pada umumnya. Peristiwa sejarah ini belum ditulis dan dibukukan dalam pustaka dan arsip negara.

Berjalannya waktu para saksi sejarah perlahan telah meninggalkan kita, yang tinggal adalah anak cucu yang mengulang cerita ini dalam acara seremonial mengenang jasa pejuang bangsa tiap tahunnya. Memang bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan para pahlawan. kini jejak mereka tinggal kenangan.

Tenyata di Kabupaten Bengkalis, tepatnya di Desa Pedekik menjadi tonggak sejarah melalui monumen perjuangan yang saat ini terus ada dan menjadi saksi sejarah yang harus di jaga. Melalui pengorbanan mengisi kemerdekaan RI, monument tersebut harus dirawat dengan baik, dan tentunya butuh dukungan dari pemerintah untuk menjaganya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Desa Muntai

Tradisi masyarakat kampar dalam menyambut puasa_Balimau Kasai